Waarschuwing!!!

Blog ini tidak diperuntukkan kepada:

1. Yang tidak/belum bisa membaca

2. Yang tidak suka sama isinya atau backgroundnya

3. Yang tidak memiliki nyali untuk membuka blog ini



Jika Anda ingin membaca blog ini, persiapkan mental Anda, serta harus kuat rohani dan jasmani.

Tuesday, October 13, 2020

Omnibus Law, Cipta Kerja, RIBUT!

Setelah melihat kekacauan demo di Jakarta Kamis kemarin... Alhamdulillah Kamis WFH jadi tidak ikut merasakan betapa paniknya para pekerja--terutama di daerah Jakarta Pusat--yang terkena dampak keributan demo UU CK. 


Transjakarta

Jum'at. Kembali kerja, di kawasan yang gak jauh dari lokasi kejadian dan naik busway di jalur yang sebagian besar terbakar oleh perbuatan anarki. Seketika sedih, miris, marah bercampur jadi satu. Halte Transjakarta Apasih yang mereka perjuangin sampai ngacurin halte-halte Transjakarta yang notabene termasuk transportasi umum yang paling banyak dipakai warga Jakarta (selain kereta) karena harganya yang murah??? Dari orang yang pangkatnya udah manajer (bahkan yang punya usaha) sampai pedagang asongan yang bawa barang (kecuali duren, tentu saja) juga ikutan naik. Orang yang wisata pun pasti naik Transjakarta karena murah meriah. 

Bayangin aja 18 halte angus itu. Yah untung aja ga nyampe listriknya. Kalo nyampe, beuh, bubar udah semua. 


Buruh 

Mereka para buruh? Hmmm... mana pernah orang seperti mereka naik busway? Mereka pasti naiknya motor pribadi atau modal nebeng temennya yang naik motor. Mana mau mereka ngorbanin jalan kaki ke halte busway kecuali pas demo doang? 

Hancurnya beberapa halte busway ini bikin semua orang rugi, termasuk gue. Naik busway harusnya sekali trip harus muter dulu buat transit. Mungkin mereka pikir busway itu buat orang kaya. Padahal naik busway adalah cara keliling Jakarta yang paling murah (bahkan cuma 3500 kalo nggak keluar halte). 

Buruh... setiap Labour Day pasti tuntutan mereka gapernah berubah. Gaji naik, gaji naik, gaji naik. 

Kerjaan mereka? Sehari ngudud habis sekotak rokok yang harganya 12.000 - 25.000/kotak. 

Per minggu (kita buletin ke 15.000). 15.000 x 7 =105.000. 

Per bulan = 15.000 x 30 = 450.000 Sebulan hampir ngabisin setengah juta cuma buat udud. 

Per tahun 450.000 x 12 = 5.400.000 

Belom lagi istirahat mereka yang suka "ngaret". Apakah dengan gaji yang naik akan membuat mereka puas? Jawabannya: tidak. Pasti akan terus menuntut. Yang punya perusahaan capek, mereka dipecat, dan akhirnya nyari tenaga kerja yang mau dibayar sesuai budget dengan kerja yang serius, dan hasilnya kebanyakan yang diambil tenaga buruh asing yang skill nya basic dan gabisa Bahasa Inggris? Kenapa? Ya kalau mereka bisa english, pasti nuntut gajinya lebih gede. 

Lalu apa dengan para buruh yang turun ke jalan dengan mogok kerja membuat perusahaan rugi? Jawabannya: tentu saja tidak. Mereka cuma kehilangan waktu produksi saja beberapa saat. Yang punya perusahaan gimana? Yaudah. Tinggal pecat aja mereka dengan alasan tidak mematuhi peraturan kerja dan buka lowongan baru. Dan pasti masih banyak pengangguran yang butuh uang buat bertahan hidup dan bersyukur dengan apa yang didapat. 


DPR 

RUU Cipta Kerja. Hah, DPR, mereka itu kurang sosialisasi. Apasih salahnya kalian nih--anggota dewan yang jumlahnya ratusan--ngejelasin isi RUU Cipta Kerja per poinnya. 

Gini ya. Masyarakat Indonesia kebanyakan--dan kalian pasti salah satunya--kan literasinya rendah tuh, alias males baca dan males nalar. Nah, kenapa gak lupada, masing-masing anggota dewan per subbab, ngejelasin beberapa pasal dah (misal satu orang jelasin 2 - 5 pasal) dan kasih pembawaannya semenarik mungkin? Terus sampein dimana? Ya di YouTube lah. Hemat anggaran. Gaperlu munculin kerumunan. Dan jangan lupa pakai time-stamp biar nanti kalau ada yang motong ada buktinya. Simple bukan? 

Sayangnya, kalian males. Giliran didemo, lu cuma ngadem ada di bawah AC. Segeeerrrrr... Ditambah lagi versi UU CK mana yang bener, itu masih jadi misteri walaupun sudah beredar banyak di internet tapi--minimal anggotanya--gak ada satupun yang bersuara. 


Mahasiswa 

Mahasiswa yang turun ke jalan... Wah iya kalian mahasiswa. Darah muda yang membara saat kalian turun ke jalan berteriak ketidak adilan. 

Sekarang pertanyaannya adalah, apa kalian nanti, setelah lulus, wisuda, diterima perusahaan bonafit, gaji mapan, kalau nanti ada ketidak adilan, akan tetap turun ke jalan memperjuangkannya? Saya rasa tidak, karena kalian kan sudah mendapat segalanya. 

Bohong? Lihat aja yang beraksi di 1998, setelahnya mereka sejahtera dan perut jadi buncit apa mereka seperti kalian? Hahaha, tidak. Yang ada cuma upload di media sosial foto para mahasiswa berdemo--biasanya yang satu almamater, terus mereka bilang "Jadi inget jaman dulu masih jadi mahasiswa. Semangat ya untuk menegakkan kebenaran..." atau sejenis itulah kalimatnya. Dan mereka hanya di dalam kantor yang ber-AC sambil duduk di kursi putar, menonton mereka yang panas-panasan turun ke jalan. Sudah bergaji, makan terjamin, asuransi dibayarin, legaaa... 

Ada yang berteriak untuk kembali revolusi seperti 1998, saya pribadi akan menolaknya. Cukup Mei 1998 itu cuma sekali, jangan ada lagi. Itu udah jadi luka batin buat kita yang saat itu hidup di Jakarta, termasuk gue dan keluarga walaupun masih 4 tahun umur saya. Apa menghasilkan? Iya. Menghasilkan. Kebebasan pers yang sekarang malah menjadi kebablasan pers. Ekonomi? Bullshit. Ga ada bedanya. Setiap tahun harga tetep naik, apalagi makanan jadi, tiap tahun mereka yang berdagang makanan pasti naik antara 500 - 1.000 rupiah. 


Jadi... 

Menurut gue: 

1. Demo boleh, tapi otak taro di kepala, jangan di pantat. Jadi tai. 

2. Daripada buruh demo pesangon mulu, kenapa kalian tidak menuntut demo keahlian gratis diadain di perusahaan? Jadi kalau suatu saat kalian di PHK, kalian udah punya bekal. 

3. Indonesia harus dikencengin lagi literasinya. 

4. Gausah bergantung terus ama pemerintah mulu, mereka cuma manusia. Ingat. Bergantung sama manusia itu menyakitkan, PHP. 


Itu ajadah, pusing gua. Banyak yang ngira tulisan ini Buzzer. Mane jer? Tolong lah punya otak dan mata.

No comments:

Post a Comment