Waarschuwing!!!
Blog ini tidak diperuntukkan kepada:
1. Yang tidak/belum bisa membaca
2. Yang tidak suka sama isinya atau backgroundnya
3. Yang tidak memiliki nyali untuk membuka blog ini
Jika Anda ingin membaca blog ini, persiapkan mental Anda, serta harus kuat rohani dan jasmani.
Sunday, September 15, 2019
The Runaway Jury--Ketika Harus Menjadi Juri Sidang Perusahaan Besar
Kali ini saatnya untuk review sebuah buku, topik yang udah lama banget gak gue post disini. Sebenernya sih--asli--banyak banget buku yang udah gue baca sejak terakhir review (yah emang aslinya hobi baca buku sih). Cuma saking banyaknya buku yang udah gue baca jadi lupa terus mau review.
Friday, February 18, 2011
Les Miserables
Udah lama gw gak review buku lagi. Jadi sekarang saatnya untuk mereviw buku!
Yak kali ini buku yang mau gw bahas adalah buku yang sebenernya udah lama banget terbitnya. Mau tahu tahun berapa terbitnya? 1862! Kurang lama kan?
Kalo penulisnya siapa, mungkin kalian—yang seneng banget saa dunia sastra atau seneng ngorek-ngorek sejarah Prancis bakal kenal siapa dia. Yak! Victor Hugo. Novelis yang terkenal dengan novelnya yang berjudul The Hunchback of Notre Dame yang rilis tahun 1831 (gw belum pernah baca nih buku, lagi pengen nyari).
Tapi yang pengen gw bahas bukan yang Notre Dame ini. Tapi novelnya yang lain. Karyanya yang paling panjang dan tebal. Sampai sekarang, novel ini dijadiin pertunjukkan drama musikal yang udah keliling dunia.
Mau tahu apa judulnya?
Les Misérables—kalo Bahasa Indonesianya artinya “para jembel”. Di Indonesia novel ini dirilis pada tahun 2008 oleh Bentang (ebuset jauh bener yak jarak waktunya!). gw nyari di toko buku aja gak ketemu-ketemu. Ketemu juga boleh minjem di Perpustakaan DKI yang ada di Kuningan.

Oke, let me tell you about the story of this book.
Di buku ini ada 5 bagian cerita. Kita mulai dari yang pertama.
Fantine.
Di bagian ini—awal dari buku ini, ada seorang narapidana yang kabur dari tahanan kapal bernama Jean Valjean. Dia dipenjara seumur hidup karena nyolong roti di sebuah toko kue. Pas dia kabur, jadilah dia buronan polisi Prancis. Nah dia ini kaburnya pas banget di sebuah gereja yang ditinggali seorang uskup dan juga biara. Uskupnya ini terkenal baik banget di lingkungannya, dia juga seorang dermawan.
Nah, si Jean Valjean ini nginep di gereja atau biara itu. Uskupnya tahu kalo dia buronan, tapi dia abain aja walaupun sang biarawati ngingetin dia.
Malamnya, Jean Valjean kabur dari biara itu dan dia mencuri piring dan gelas emas. Yap, dia kembali menjadi buronan. Pas lagi di perjalanan, dia ketemu anak kecil. Nah duitnya si anak kecil jatoh, dan gak sengaja diinjek sepatunya Jean Valjean. Si anak kecil minta duitnya diambil dari sepatunya, tapi Jean malah marah-marah dan ngusir si anak itu. Dan pas dia ngangkat kakinya, hwalah ternyata emang ada koin. Dan disitulah dia merasa bener-bener bersalah dan menyesal.
Nah, si Jean Valjean bertahun-tahun kemudian menjadi walikota M’Sur M dengan nama yang lain. Lalu ada si pengemis Fantine yang anaknya dititipkan keluarga Thernandier. Lalu Fantine bekerja, Thernandier malah nyiksa anaknya tapi Fantine gak tau dan dia terus ngirim duit ke mereka (soalnya Fantine kerjanya di tempat yang berbeda dan dia nitip anaknya sepenuhnya ke mereka). Dan seterusnya dan seterusnya...
Bagian kedua Cossete, lalu diteruskan dengan Marius, Kisah Cinta di St. Dennis, dan yang terakhir Jean Valjean.
Wah, jujur, kalo gw nyeritain semua ceritanya, CAPEK BANGET!!! Soalnya ceritanya bener-bener panjang dang w agak lupa sama ceritanya (udah sebulan yang lalu gw baca buku ini, dan 2 bulan lebih gw nyelesain nih buku soalnya gak sempet buat baca dan bahasanya tinggi banget). So, gw gak bisa nyeritain disini.
Tapi buku ini bener-bener ngena banget sama kehidupan kita lho. Walaupun settingnya tahun 1800-an tapi ada juga yang kehidupannya kayak yang ada di buku.
Kalo, penasaran, mending baca deh.
Monday, October 18, 2010
The Lost Symbol
Wah, udah lama banget gak review buku nih. Kali ini saya kembali dengan postingan review buku.
Buku ini emang udah lama banget rilisnya, sekitar setahun yang lalu. Dengan penulis yang sama—yang jadi favorit gw saat ini, Dan Brown. Dan akhirnya gw udah baca semua buku Dan Brown, maksudnya semua buku dia yang udah dirilis ke seluruh dunia.
Kali ini Dan Brown bercerita tentang—lagi-lagi—Robert Langdon! Inilah buku ke-tiga yang ngisahin tentang dosen simbolog agama Universitas Harvard yang tinggal di Boston. Setelah petualangannya di Italia, Swiss, dan Vatikan dalam buku Angels and Demons juga petualangannya di Perancis, Inggris, dan Skotlandia dalam buku the Da Vnci Code, kali ini Langdon berada di ibukota negaranya sendiri, Washington DC dalam buku...
...The Lost Symbol...
Oke, mungkin gw termasuk orang yang 'telat' mengingat waktu rilis buku ini udah berapa lama. Tapi tetep aja gw gak peduli, kan buku. Tapi tetep lah gw bakal review nih buku, soalnya gw yakin gak semua orang udah baca buku ini.
Oke, let's check it out!
Robert Langdon diundang oleh Peter Solomon, seseorang yang sangat terkenal, pengusaha, sekertaris SMSC (Smithsonian Museum Support Center), dan juga anggota Freemason derajat ke-33 (paling tinggi untuk Scottish Rite) untuk memberikan ceramah di Gedung Capitol Washington DC (kebangetan banget kalo lo pada belum pernah denger nih gedung) da pemberitahuannya bener-bener mendadak! Dia diantar menggunakan pesawat pribadi milik Solomon.
Tapi pas sampai di Capitol, ternyata gak ada acara apa-apa! Dan Langdon pun kaget pas sampai. Dia menelepon ulang Peter Solomon. Namun, bukan Peter yang menjawab, tetapi orang lain. Rupanya Peter disandera. Orang itu mengatakan bahwa ia meminta Langdon untuk memecahkan kode-kode rahasia Mason di Washington DC.
Dari tangan Peter Solomon yang dipotong sesorang dan ditinggalkan di Gedung Capitol hingga tempat akhir dari semua petualangan di House of Temple, Langdon, bersama Officce of Security CIA, petugas keamanan Capitol, Warren Bellamy sang arsitek Capitol, pendeta Collin Galloway, dan adik Peter, Katherine. Sanagt menegangkan, terdapat kematian, dan beberapa hampir mati karena hal ini. Tetapi di samping itu, terdapat beberapa kejutan yang membuat para membaca ternganga.
Buku ini emang gak kalah menegangkannya dari buku-buku Dan Brown sebelumnya. Dalam The Lost Symbol, Brown menggabungkan antara pemerintah dan simbol agama, juga Freemason yang jadi tema utamanya. Gw jamin dah kalo baca buku ini, biarpun tebel banget, gak bakal nyesel.
Thursday, July 1, 2010
Angels and Demonds
Buku kali ini, masih aja, adalah karya ke-3 dari Dan Brown dan sudah difilmkan. Baru ada dua sih, yang pertama Da Vinci Code yang rilisnya tahun 2006. Nah, film yang ini rilisnya tahun 2009.
Lho, kok jadi film. Kalo bukunya sih rilis tahun 2000, ya "Angels and Demons" yang artinya, malaikat dan iblis.
Buku ini adalah buku pertama yang menceritakan tentang petualangan Robert Langdon, seorang dosen simbologi agama di Universitas Harvard.
Berawal dari sebuah kehebohan di CERN, markas ilmu pengetahuan Eropa di Swiss. Seorang fisikawan Italia yang juga merangkap sebagai seorang pastor, Leonardo Vetra, dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran--hassasin--dengan cara yang keji, yaitu kepalanya diputar 180 derajat, ditembak, dan dicungkil mata kanannya. Dan di badannya dicap simbol ambigram bertuliskan Illuminati. FYI aja nih gan, Illuminati itu sebuah kelompok persaudaraan kuno yang udah ada sejak berabad-abad lalu. Kemungkinan besar sih kelompok ini masih ada, cuma mereka tersembunyi orangnya. Diantaranya ada di dalam organisasi Freemason.
Gara-gara hal inilah Langdon akhirnya dibawa sama CERN ke markasnya di Swiss. Disitu ada si Kohler selaku presidennya. Juga yang baru pulang dari penelitian di Laut Mediterania yang juga anak angktanya Leonardo Vetra, Vittoria. Dan ternyata mereka, Vittoria dan ayahnya, sedang membuat antimateri, yang berguna buat ilmu pengetahuan dan agama.
Oke, dan akhirnya berlanjut sampai ke Vatikan karena Kohler dapet telepon dari Garda Swiss kalo ada antimateri di sana. Sementara di Vatikan lagi heboh-hebohnya dengan pemilihan Paus terbaru. Jadi heboh deh pencariannya. Mana antimaterinya bakal meledak sekitar jam 12 malam hari itu juga. Belum lagi assasin yang selalu ngancem si Langdon dan Vittoria.
Seluruh isi dari cerita ini seru dan menegangkan banget! Pokoknya, seperti biasa alur khas Dan Brown, pelaku kejahatan utama gak bisa ditebak kalau kita gak baca ceritanya dari awal. Baca aja deh nih buku, pasti gak akan nyesel!
Tuesday, May 4, 2010
Digital Fortress
Kali ini--sekali lagi--gw referensiin buku karya Dan Brown. Kali ini tentang buku pertamanya, "Digital Fortress" jtau dalam bahasa Indonesia berarti Benteng Digital. Ini adalah buku yang dirilis tahun 1998.
Begini ceritanya.
Susan Fletcher, wanita cantik berusia 38 tahun dan memiliki IQ 170, adalah salah satu kriptogafer senior di Departemen Crypto NSA (National Security Agency). Ketika hari Sabtu, Susan udah ngerencanain bakal pergi berlibur ke Stone Manor bareng tunangannya, David Becker, seorang profesor muda Universitas Georgetown yang juga ahli bahasa.
Tiba-tiba rencana liburnya ancur total. Atasannya, Trevor Strathmore, menelpon Susan untuk ke kantor karena ada urusan darurat. Dan parahnya lagi, Becker gak bisa ikut liburan karena dia pergi ke luar negeri karena ada suatu urusan yang sengaja dirahasiakan.
Pas Susan udah di kantor, Trevor ngasihtau kalo mesin penerjemah tercanggih, TRANSLTR, belum bisa mecahin sebuah kode selama lebih dari 13 jam. Kode itu bernama 'Benteng Digital' yang dibuat oleh Ensei Tankado, seorang mantan pegawai NSA, yang juga salah satu pembuat TRANSLTR, yang kemudian keluar dari badan itu karena suatu hal. Tankado membalas dendam dengan cara memberikan kode yang tidak bisa dipecahkan. Dan Tankado mati di Sevilla, Spanyol, karena serangan jantung beberapa jam yang lalu. Dan David Becker-lah, yang ditugaskan Strathmore untuk pergi ke Spanyol untuk mengambil barang Tankado. Tetapi tak semudah itu. Barang yang paling penting, sebuah cincin, tidak ditemukan pada mayatnya. Akhirnya Becker mencari hingga dikejar-kejar seorang pembunuh bayaran.
Selagi mencari cara untuk memecahkannya, Susan menemukan sebuah nama, North Dakota di komputer milik rekannya, Greg Hale. Berisi banyak e-mail dari Tankado. Apakah benar Greg Hale terlibat dan menjadi tersangka?
Wets, gw gak mau panjang lebar nyeritainnya. Biar lebih lanjut, mendingan lu baca aja sendiri bukunya. Seperti biasa, Dan Brown selalu memberikan kejutan tiap ceritanya. Jadi jangan kaget kalau dugaan Anda selalu meleset secara tiba-tiba.
Saturday, April 24, 2010
Pope Joan

dan saya kembali lagi untuk—lagi-lagi—referensi buku.
kali ini gw baru nyelesain sebuah novel. emang sih, lagi-lagi yang gw baca itu novel lama. aslinya diterbitin tahun 1998 tapi baru terbit di Indonesia tahun 2006 (et dah! jauh bener!).
buku ini berjudul “Pope Joan” atau dalam bahasa Indonesia berarti Paus Joan yang ditulis oleh Donna Woolfolk Cross, penulis dari Amerika.
emang sih ceritanya Kristen banget. tapi yang gw perhatiin bukan sisi agamanya—karena gw bukan Kristen. yang gw ambil dari sini adalah emansipasi, tapi bukan kayak Kartini. dia emansipasinya secara sembunyi-sembunyi.
begini ceritanya. kayak zaman Jahilliyah—zaman kebodohan lagi, tapi ini sekitar abad ke-9 Masehi—dimana seorang perempuan merupakan bencana bagi orang Kristen pada masa itu. karena perempuan dianggap sebagai iblis, yang bisanya cuma menggoda iman pria. dan masa itu merupakan masa kegelapan.
dan lahirlah seorang anak perempuan dari pasangan seorang kanon dan seorang wanita Saxon bernama Gudrun di sebuah Grubenhaus. anak itu diberi nama Johanna atau biasa dipanggil Joan. dia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. kedua kakaknya adalah laki-laki, bernama Matthew dan Johannes.
Joan, adalah seorang anak perempuan yang berbeda dari anak perempuan bahkan perempuan dewasa yang lain. dia adalah anak yang cerdas yang selalu ingin tahu. sayang, pada zaman itu perempuan yang cerdas dianggap sebagai iblis atau tukang sihir.
dia juga bisa nulis, baca, dan hapal beberapa isi dari Alkitab. kakaknya, Mtthew-lah yang mengajarkannya, tentu secara diam-diam. tetapi karena sakit demam yang parah dan tidak bisa disembuhkan, akhirnya Matthew meninggal dunia sehingga tidak ada lagi yang mengajarkan Joan membaca atau menulis.
lalu, ayahnya sang kanon memanggil guru dari bangsa Yunani bernama Aesculapius. tadinya, dia Cuma mau ngajarin Joan. tetapi karena sang kanon gak suka banget kalo kayak begitu, akhirnya dia ngajarin John juga. ternyata Joan jauh lebih cerdas daripada kakaknya. dia lebih ‘nyantol’ otaknya.
suatu hari, Aesculapius memutuskan untuk kembali ke Yunani. tentu ini membuat Joan sangat sedih, dan sebaliknya membuat John senang. sebagai hadiah perpisahan, Aesculapius memberikan Joan sebuah buku berbahasa Yunani. dan Joan membacanya setiap malam ketika seisi rumah sudah tidur di bawah terang lilin.
suatu hari, kegiatannya itu akhirnya diketahui oleh ayahnya. tentu saja, ayahnya marah besar. akhirnya bukunya tulisannya dipretelin pake pisau.
dan cerita pun terus berlanjut. panjang banget gan ceritanya. mendingan lu baca aja sendiri. biar enak.