Waarschuwing!!!

Blog ini tidak diperuntukkan kepada:

1. Yang tidak/belum bisa membaca

2. Yang tidak suka sama isinya atau backgroundnya

3. Yang tidak memiliki nyali untuk membuka blog ini



Jika Anda ingin membaca blog ini, persiapkan mental Anda, serta harus kuat rohani dan jasmani.

Saturday, April 24, 2010

Pope Joan


dan saya kembali lagi untuk—lagi-lagi—referensi buku.

kali ini gw baru nyelesain sebuah novel. emang sih, lagi-lagi yang gw baca itu novel lama. aslinya diterbitin tahun 1998 tapi baru terbit di Indonesia tahun 2006 (et dah! jauh bener!).

buku ini berjudul “Pope Joan” atau dalam bahasa Indonesia berarti Paus Joan yang ditulis oleh Donna Woolfolk Cross, penulis dari Amerika.

emang sih ceritanya Kristen banget. tapi yang gw perhatiin bukan sisi agamanya—karena gw bukan Kristen. yang gw ambil dari sini adalah emansipasi, tapi bukan kayak Kartini. dia emansipasinya secara sembunyi-sembunyi.

begini ceritanya. kayak zaman Jahilliyah—zaman kebodohan lagi, tapi ini sekitar abad ke-9 Masehi—dimana seorang perempuan merupakan bencana bagi orang Kristen pada masa itu. karena perempuan dianggap sebagai iblis, yang bisanya cuma menggoda iman pria. dan masa itu merupakan masa kegelapan.

dan lahirlah seorang anak perempuan dari pasangan seorang kanon dan seorang wanita Saxon bernama Gudrun di sebuah Grubenhaus. anak itu diberi nama Johanna atau biasa dipanggil Joan. dia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. kedua kakaknya adalah laki-laki, bernama Matthew dan Johannes.

Joan, adalah seorang anak perempuan yang berbeda dari anak perempuan bahkan perempuan dewasa yang lain. dia adalah anak yang cerdas yang selalu ingin tahu. sayang, pada zaman itu perempuan yang cerdas dianggap sebagai iblis atau tukang sihir.

dia juga bisa nulis, baca, dan hapal beberapa isi dari Alkitab. kakaknya, Mtthew-lah yang mengajarkannya, tentu secara diam-diam. tetapi karena sakit demam yang parah dan tidak bisa disembuhkan, akhirnya Matthew meninggal dunia sehingga tidak ada lagi yang mengajarkan Joan membaca atau menulis.

lalu, ayahnya sang kanon memanggil guru dari bangsa Yunani bernama Aesculapius. tadinya, dia Cuma mau ngajarin Joan. tetapi karena sang kanon gak suka banget kalo kayak begitu, akhirnya dia ngajarin John juga. ternyata Joan jauh lebih cerdas daripada kakaknya. dia lebih ‘nyantol’ otaknya.

suatu hari, Aesculapius memutuskan untuk kembali ke Yunani. tentu ini membuat Joan sangat sedih, dan sebaliknya membuat John senang. sebagai hadiah perpisahan, Aesculapius memberikan Joan sebuah buku berbahasa Yunani. dan Joan membacanya setiap malam ketika seisi rumah sudah tidur di bawah terang lilin.

suatu hari, kegiatannya itu akhirnya diketahui oleh ayahnya. tentu saja, ayahnya marah besar. akhirnya bukunya tulisannya dipretelin pake pisau.

dan cerita pun terus berlanjut. panjang banget gan ceritanya. mendingan lu baca aja sendiri. biar enak.

No comments:

Post a Comment