Uruguay 1930 (13-30 Juli 1930)
Negara Peserta: 13
Stadion: 3 venues, 1 host city
Final: Ururguay vs Argentina (4-2)
Setelah dicanangkan selama 25 tahun, Piala Dunia pertama akhirnya dihelat pada 1930. Uruguay dipilih sebagai tuan rumah berkat kehebatan meraih emas sepakbola di Olimpiade 1924 dan mempertahankannya empat tahun berselang. Kontestan berjumlah 13 dan inilah satu-satunya Piala Dunia yang pesertanya tidak melalui kualifikasi.
Di final, tuan rumah bertemu Argentina. Tidak adanya kesepakatan membuat bola dari masing-masing negara dipakai pada tiap babak. Uruguay menjadi kampiun lewat kemenangan 4-2.
Italia 1934 (27 Mei- 10 Juni 1934)
Negara Peserta: 16
Stadion: 8 venues, 8 host cities
Final: Italia vs Cekoslowakia (2-1)
Sebanyak 32 tim mengikuti kulaifikasi dan setengah di antaranya berhasil lolos ke putaran final. Sayang, Uruguay menolak berpatisipasi sebagai boikot atas ketidakhadiran beberapa negara kuat Eropa pada empat tahun sebelumnya. Kontestan Eropa berjaya di turnamen ini. Keseluruhan penghuni slot di fase perempat final berasal dari Benua Biru.
Timnas Italia, yang tak lepas dari campur tangan fasis Benito Mussolini, melaju ke final kontra Cekoslowakia. Sempat tertinggal lebih dulu, tuan rumah akhirnya berjaya lewat gol di waktu tambahan.
Prancis 1938 (4-19 Juni 1938)
Stadion: 10 venues, 10 host cities
Negara Peserta: 15
Final: Italia vs Hungaria (4-2)
Berbagai persoalan membuat sejumlah negara memilih absen. Uruguay dan Argentina menolak pemilihan negara Eropa sebagai tuan rumah, Spanyol urung hadir akibat perang saudara, sementara Austria tidak hadir karena negaranya tengah diduduki oleh Jerman. Pemain Polandia, Ernest Wilmwowski, mencetak sejarah disini. Ia mencetak empat gol sekaligus di Piala Dunia ketika kalah 5-6 kontra Brazil. Dalam turnamen yang kembali digelar dengan sistem knock-out ini, Italia menjadi yang terbaik setelah menang 4-2 atas Hungaria di final.
Brazil 1950 (24 Juni-16 Juli 1950)
Stadion: 6 venues, 6 host cities
Negara Peserta: 13
Final: Uruguay vs Brazil (2-1)
Piala Dunia kembali digelar setelah menghilang akibat Perang Dunia II. Seluruh kontestan dibagi dalam empat grup dimana pemuncak grup berhak maju ke putaran final. Juara bertahan, Italia, tetap hadir. Namun, kekuatan mereka sangat timpang akibat kecelakaan pesawat Superga setahun sebelum turnamen berlangsung. Brazil dan Uruguay berhadapan di partai puncak. Suporter Brazil, yang awalnya sangat percaya diri, terperangah ketika tim kesayangannya kalah 1—2. Banyak diantara mereka disebut bunuh diri. Tragedi ini dikenal dengan nama Maracanazo.
Swiss 1954 (16 Juni-4 Juli 1954)
Stadion: 6 venues, 6 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Jerman Barat 3-2 Hungaria
Turnamen ini yang pertama kali diliput secara langsung oleh televisi. Selain itu, inilah kali pertama nomor punggung diperkenankan di Piala Dunia. Kekuatan Hungaria kala itu sangat dominan dan menjadi favorit juara. Terlebih ketika Ferenc Puskas cs. 'hanya' berhadapan dengan Jerman Barat di final. Di babak penyisihan, Hungaria berhasil membukukan kemenangan 8-3. Namun, hasil di final justru terbalik. Jerman Barat berpesta lewat skor akhir 3-2. Kontroversi terjadi ketika gol Puskas di menit ke-87 dianulir karena offside meski sebenarnya tidak.
Swedia 1958 (8-29 Juni 1958)
Stadion: 12 venues, 12 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Brazil vs Swedia (5-2)
Panggung milik Pele. Itulah titel paling tepat untuk Piala Dunia 1958. Pemuda yang bernama asli Edson Arantes do Nacismento ini masih berusia 17 tahun ketika membawa Brazil sebagai kampiun untuk kali pertama setelah mengalahkan Swedia di final. Selecao juga menolak sejarah sebagai negara pertama yang menjuarai Piala Dunia di luar benuanya. Banyak rekor tercipta, Pele menjadi pemain ter,uda di final, pencetak gol termuda di final, serta peraih gelar termuda. Sementara itu, Niels Liedholm, menjadi pencetak gol tertua di final (35 tahun 263 hari), dan rekor 13 gol milik Juste Fontaine belum tergoyahkan hingga sekarang.
Chili 1962 (30 Mei-17 Juni 1962)
Stadion: 4 venues, 4 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Brazil vs Cekoslowakia (3-1)
Pelatih Brazil, Aymore Moreira, membawa sembilan pemain dari tim tahun 1958. Sayang, ia nyaris kehilangan Pele di keseluruhan turnamen. Sang bintang mengalami cedera di laga kedua kontra Cekoslowakia dan harus absen hingga Piala Dunia selesai. Hebatnya, Brazil tetap berjaya tanpa Pele. Sang bintang baru adalah Garrincha, pemain berusia 25 tahun dengan kaki kiri yang lebih pendek 6 cm dibanding kaki kanannya. Si Burung Kecil ini sempat diusir di semifinal akibat insiden dengan pemain Cili. Namun, ia diizinkan tampil di final dan justru menjadi inspirator kemenangan.
Inggris 1966 (11-30 Juli 1966)
Stadion: 8 venues, 7 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Inggris vs Jerman Barat (4-2)
Football comes home, sepak bola kembali ke asalnya. Itulah yang diraskan oleh publik Negeri Ratu Elizabeth ketika FIFA menunjuk Inggris sebagai tuan rumah Piala Dunia 1966. Euforia kian merebak setelah tim besutan Alf Ramsey ini meraih titel berkat kemenangan 4-2 atas Jerman Barat. Inggris adalah tuan rumah pertama yang menjadi juara dalam kurun 28 tahun. Salah satu yang dikenang adalah gol kedua Geoff Hurst, dikenal dengan nama Gol Hantu, di perpanjangan waktu. Pantulan bola tendangannya yang mengenai mistar sebenarnya tidak melewati garis. Hurst menjadi pemain pertama yang mencetak hattrick di final.
Meksiko 1970 (31 Mei – 21 Juni 1970)
Stadion: 5 venues, 5 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Brazil vs Italia (4-1)
Setelah dua Piala Dunia sebelumnya lebih banyak dihiasi dengan pertarungan fisik, Meksiko 1970 kental dengan adu skill dan permainan menyerang yang menyrgarkan. Wajar bila banyak orang yang menilai turnamen ini sebagai yang terbaik sepanjang masa.
Pele kembali hadir memperkuat Brazil. Pemain satu ini menjadikan Selecao sangat kuat. Bersama dengan Carlos Alberto, Clodoaldo, Gerson, Jairzinho, Rivelino, dan Tostao, ia menjadikan Brazil 1970 sebagai tim yang paling hebat. Keberhasilan menundukkan Italia di final membuat trofi Jules Rimet bermukim di Brazil seterusnya.
Jerman 1974 (13 Juni-7 Juli 1974)
Stadion: 9 venues, 9 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Jerman Barat vs Belanda (2-1)
Belanda memperkenalkan konsep total football di turnamen ini. Belanda menembus final setelah mencetak 14 gol dan hanya kebobolan sekali sepanjang turnamen.
Namun, Jerman Barat lawan yang alot. Auke Kok, dalam bukunya, Wij Waren de Besten (2004) mengatakan bahwa konsumsi alkohol berlebihan, disiplin rendah, dan keputusan pelatih Rinus Michels yang tidak membahas taktik sekalipun sebelum laga final menjadi sebab Belanda kalah.
Argentina 1978 (1-25 Juni 1978)
Stadion: 6 venues, 5 host cities
Negara Peserta: 16
Final: Argentina vs Belanda (3-1)
Mario Kempes adalah bintang di Buenos Aires. Ia mencetak gol pertama argentina di babak pertama. Setelah Naningga membawa laga ke perpanjangan waktu, ia menambah satu gol lagi dan memberi umpan kepada Daniel Bertoni setelah kerja sama satu-dua. Dengan gol itu, Kempes mencatatkan enam gol sepanjang turnamen. Striker nomor 10 itu menjadi pemain pertama sepanjang sejarah yang mengawinkan titel juara dengan gelar Sepatu Emas alias top scorer.
Spanyol 1982 (13 Juni – 11 Juni 1982)
Stadion: 14 venues, 14 host cities
Negara Peserta: 24
Final: Italia vs Jerman Barat (3-1)
Para pemain Jerman Barat mungkin kelelahan setelah laga berat kontra Prancis di semifinal. Performa mereka di Santiago Bernabeu adalah yang terburuk sepanjang turnamen. Italia, sang lawan, bahkan mampu bangkit setelah Antonio Cabrini gagal melesakkan penalti. Azzuri menjebol gawang Harald Schumacher berturut-turut lewat Paolo Rossi, Marco Tardelli, dan Alessandro Altobelli. Bretner mencetak gol penghibur tapi laga telah berakhir jauh sebelum itu.
Meksiko 1986 (31 Mei-29 Juni 1986)
Stadion: 12 venues, 9 host cities
Negara Peserta: 24
Final: Argentina vs Jerman Barat (3-2)
Turnamen ini miliik Argentina. Diego Armando Maradona berada di pusat semua aksi walau tidak mencetak gol. Jerman Barat mencoba segala cara untuk menghentikan sang jenius. Dua orang sekaligus terkadang menjaganya. Argentina sempat memimpin dua gol sebelum Karl-Heinz Rummeingge dan Rudi Voeller membalas dalam tempo enam menit. Ius Namun, sang jenis tidak dapatdihentikan. Maradona memberi operan manis kepada Jorge Burruchaga yang menaklukan kiper Harald Schumacher, tujuh menit sebelum bubar.
Italia 1990 (8 Juni-8 Juli 1990)
Stadion: 12 venues, 12 host cities
Negara Peserta: 24
Final: Jerman Barat vs Argentina (1-0)
Diego Maradona mati kutu! Jerman Barat mengekang pemain terbaik generasi tersebut. Buchwald dan Matthaeus bergantian menjaga ketat kapten Argentina tersebut. Fakta itu, ditambah dengan absennya empat pemain kunci Tim Tango, membuat posisi Argentina tidak menguntungkan. Apalagi mereka menambah malu dengan mempunyai dua pemain yang dikartumerahkan. Pada akhirnya penalti Andreas Brehme menentukan laga. Franz Beckenbauer mengawinkan trofi Piala Dunia yang ia menangkan sebagai pemain pada 1974 silam dengan titel sebagai manajer di Italia ini.
Amerika Serikat 1994 (17 Juni-17 Juli 1994)
Stadion: 9 venues, 9 host cities
Negara Peserta: 24
Final: Brazil vs Italia (0-0, p.s.o. 3-2)
Final Piala Dunia di Pasadena adalah laga dimana kedua tim tidak berani kalah. Bahkan Brazil, para pelukis dan pedansa di lapangan sepak bola, menjaga disiplin taktik dan stamina. Mereka bermain untuk mencegah gol.
Realisme mengalahkan romantisme saat Brazil akhirnya menyudahi perlawanan Azzuri. Bukan dari kejeniusan duet Bebeto-Romario tapi melalui kegagalan dua pemain terbaik Italia, Franco Baresi dan Roberto Baggio, dalam drama adu penalti yang mencekam.
Prancis 1998 (10 Juni-12 Juli 1998)
Stadion: 10 venues, 9 host cities
Negara Peserta: 32
Final: Prancis vs Brazil (3-0)
Prancis, negeri seribu etnis, menjadi juara dunia pertama dengan pemain yang memiliki darah dari kelima benua di dunia. Zinedine Zidane mencetak dua gol. Emmanuel Petit menambah satu di injury time untuk melengkapi kemenangan menjadi 3-0 walau mereka bermain dengan 10 orang selama setengah jam terakhir. Partai final ini juga akan dikenang sebagai laga kehebatan Ronaldo hilang dalam semalam. Beberapa laporan menyebutkan ia kejang-kejang sebelum laga. Lainnya bilang ia pingsan. Sampai sekarang tidak ada yang punya jawaban pasti mengenai apa yang menimpa Sang Phenomenon.
Korea Selatan-Jepang 2002 (31 Mei-30 Juni 2002)
Stadion: 20 venues, 20 host cities
Negara Peserta: 32
Final: Brazil vs Jerman (2-0)
Brazil menahbiskan diri sebagai negara pertama yang memenangkan Piala Dunia lima kali. Di final mereka bertemu Jerman yang tidak diperkuat Michael Ballack karena cedera. Ironisnya, gol pembuka laga datang dari kesalahan Oliver Kahn, Pemain Terbaik Piala Dunia 2002 dan kiper pertama yang lolos ke final dengan hanya kebobolan satu kali. Ia gagal menghalau bola rendah sehingga bola muntah disambar Ronaldo. The Phenomenon menambah satu gol lagi untuk mengubur kegagalan di Stade de France empat tahun lalu.
Jerman 2006 (9 Juni-9 Juli 2006)
Stadion: 12 venues, 12 host cities
Negara Peserta: 32
Final: Prancis vs Italia (1-1, p.s.o. 2-3)
Final Piala Dunia 2006 akan selalu diingat dengan tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi. Zizou memberi Prancis keunggulan melalui penalti brilian (7'). Materazzi menyamakan kedudukan setelah menyundul sepak pojok Andrea Pirlo.
Laga ini dapat menjadi milik Zidane apabila Buffon tidak menepis sundulannya pada injury time babak kedua. Setelah kontroversi Zidane terjadi pada menit ke-110, laga berlanjut ke adu penalti. Pirlo, Materazzi, De Rossi, Del Piero, Grosso mencetak penalti bagi Italia. Sementara itu penendang kedua Prancis, Trezeguet, hanya mengenai mistar.
Eheheh, sori ya buat yang Afrika Selatan 2010 gak gw post. Kalo yang itu mah ntaran taro di tempat khusus hahaha.
No comments:
Post a Comment